Senin, 26 November 2012

My Lovers is a Vampire 1


Saat jam istirahat, kuberdiri didekat jendela kelas. Mataku jauh menatap keindahan yang ada diluar. Dan tiba-tiba.
            “Hei Kinaya, ngelamun aja sih.” Seorang teman mengagetkanku.
            “Ng..nggak kok. Aku Cuma….”
            “Oo lagi ngeliatin Michizuki.” Dia ikut melihat keluar jendela. “Ngeliatinnya kok sampek gitu amat sih, di panggil berulang kali tapi gak sadar-sadar.”
            “Maaf.” ucapku malu.
            “Emang sih dia cakep, cakepnya gak ada duanya. Dulu saat kita masih di tahun pertama, banyak banget yang ngejar-ngejar dia. Bahkan kakak kelas pun juga ikut menyukainya. Baru kali ini juga aku ngeliat cowok setampan dia, tapi selama ini dia gak pernah punya hubungan special sama cewek. Semua cewek selalu dia tolak, bener-bener aneh kan?” jelasnya.
            “Apanya yang aneh?”
            “Ya aneh aja, masa’ cowok setampan dia sama sekali gak pernah punya cewek sih.” Atau jangan-jangan….”
            “Jangan-jangan apa?”
            “Jangan-jangan dia suka sesama jenis lagi, alias Gay.” Ucapnya ngawur.
            “Hei, ngomongnya jangan ngawur gitu dong. Kalo kedengaran dia bisa marah.” Nasihatku. “Mungkin aja kan dia punya alasan tertentu kenapa gak mau pacaran, atau mungkin aja dulu dia pernah punya pengalaman yang menyakitkan saat pacaran.”
“Iya juga sih, tapi kayaknya gak mungkin deh ada cewek yang mau nyakitin cowok setampan dia. Ya kalo pun ada, berarti cewek itu sakit jiwa.”
“Tapi meskipun dia aneh, tapi aku tetep menyukainya.” Senyumku.
            “Hei, Kinaya. Kamu bener-bener menyukainya ya?” aku pun hanya mengangguk dan tersenyum. “Sepertinya yang gak waras kamu deh. Dari dulu kamu menyukainya, namun sampai sekarang ngobrol berdua aja gak pernah.”
            “Ya gak apa-apa lah, dengan melihatnya seperti ini aja aku udah seneng.” Belaku.
            “Hei, hei jangan ngeliatin dia terus. Bisa-bisa kamu terhipnotis loh.”
            “Meski terhipnotis juga gak apa-apa kok. Aku akan seneng banget.”
            “Hei, Kinaya. Sepertinya kamu emang harus bener-bener diperiksa ke dokter jiwa deh.” guraunya. “Ayo kita masuk kekelas.”
            “Gak ahh, aku mau disini aja ngeliatin Michizuki.”
            “Ehh ini tuh udah masuk, ayo buruan. Gak usah nambah stress deh.” temanku itu pun langsung menarikku kedalam kelas.
Saat sepulang sekolah.
            “Kinaya.” Seorang cowok memanggilku.
            “Oo ketua kelas.”
            “Kamu mau pulang ya?”
            “Emangnya kenapa ketua kelas?”
            “Gini aku butuh bantuanmu. Tadi aku sempat meminjam bukunya Michizuki, rencananya pulang sekolah ini ku kembalikan. Ehh tapi ternyata dia udah pulang duluan. Aku mau kerumahnya, tapi ntar malam aku ada acara. Berhubung jarak rumahmu dan Michizuki gak terlalu jauh, jadi tolong ya kasih buku ini ke Michizuki.”
            “Baiklah akan kukembalikan buku ini.” Aku pun menjawabnya dengan penuh semangat.
Aku bergegas menuju kerumahnya. Meski jarak rumahku dan Michizuki dekat, tapi aku gak pernah tahu dimana rumahnya. Aku malu mau kerumahnya, tapi berhubung sekarang ketua kelas menyuruhku mengembalikan buku ini jadi aku punya alasan deh datang kerumahnya. Untung aja tadi ketua kelas memberiku alamat rumahnya. Aku pun sibuk mencari alamat rumah Michizuki.
            “Wahh hari udah mau gelap nih, sepertinya juga mau hujan. Aku harus buru-buru.”
Aku pun sibuk mencari alamat rumah itu, dan tibalah aku didepan sebuah rumah.
            “Ini ya rumahnya. Rumahnya besar banget.Oh iya, dia kan keluarga orang mampu. Tapi kok kelihatannya sepi ya, apa gak ada penjaganya. Kok rumahnya gelap banget ya.”
Aku pun mendekati pagar rumah itu. Disekeliling rumah bener-bener sepi, tak ada satu pun orang yang kulihat disana.
            “Permisi. Apa ada orang didalam? Permisi.” Namun tak ada jawaban. Aku pun memberanikan diri membunyikan gembok pagar rumah itu. Teekkk..tekkk..tekk…
Namun tiba-tiba segerombolan kelelawar mendekatiku, aku pun sontak berteriak. “Aaaaaa.” Dan seketika kelelawar itu pun pergi. Ketakutanku pun muncul.
            “Kok tiba-tiba ada kelelawar ya? Perasaanku kok jadi gak enak gini sih. Apa sebaiknya aku pulang aja ya, lagian ini udah malam. Ya udahlah besok aja kukembalikan buku ini saat disekolah.”
Aku pun mengambil buku itu yang tadi sempat jatuh saat diserbu kelelawar. Saat ku ambil, gak sengaja tanganku tergores pinggiran buku dan berdarah.
            “Aduhh aku gak hati-hati ngambil bukunya.”
Aku pun bergegas pulang, namun saat akan beranjak tiba-tiba segerombolan kelelawar itu kembali lagi. “Tolonnngggg!!!” ku berteriak. Dan tiba-tiba seorang cowok datang.
            “Berlindunglah dibelakangku.” Ucapnya dingin. Dia pun mengusir semua kelelawar itu dengan tangannya. “Kelelawarnya banyak banget sih.” Kesalnya. Sejenak di terdiam, namun tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah. Matanya berubah seperti mata kucing yang tajam, terlihat sedikit taring, dan kukunya pun panjang.
            “Pergi sana!!!” teriak cowok itu.
Semua kelelawar itu pun pergi, seakan takut dengan cowok itu. Saat dia berbalik.
            “Mi..Michizuki.” kuterkejut.
            “Cepat pergi.” Dia pun hendak beranjak pergi, namun kuraih tangannya.
            “A..apa benar kamu Michizuki?” sejenak dia hanya terdiam, muka yang tadinya berubah seram sekarang kembali seperti semula lagi.
            “Cepatlah pulang sebelum kelelawar itu kembali lagi.”
            “Ta…tapi. Kenapa kelelawar itu menyerangku?”
            “Karena mereka mencium bau darahmu.” Ucapnya dingin.
Darah. Apa maksudnya darah ditanganku ini?
            “Jangan pernah berkeliaran sendirian dengan kondisi berdarah seperti itu, karena itu akan mengundang mereka. Dan, jangan pernah mendekatiku lagi.”
            “Ke..kenapa?”
            “Karena aku adalah seorang vampire. Jadi menjauhlah dariku kalo kamu mau selamat.”
Kata-kata Michizuki itu membuatku bener-bener terkejut. Apa bener? Apa bener yang tadi dia katakan? Apa bener dia seorang vampire? Aku pun bergegas pulang dan mengurung diriku dikamar. Tapi entah kenapa meski aku tau dia vampire, perasaan sukaku padanya masih tetap ada. Bahkan tadi saat dia berubah jadi serem, aku malahan  gak ngerasa takut sama sekali.












 

Keesokan harinya saat jam istirahat, aku menyempatkan diriku berjalan-jalan ditaman belakang sekolah. Itu adalah tempat favorit Michizuki, sering kulihat  dia ada disana. Banyak sekali pohon yang rindang disana, mungkin itu lah yang membuat Michizuki betah berada ditaman itu. Dan kebetulan banget saat itu kulihat Michizkui sedang duduk dibawah sebuah pohon. Oh iya vampire kan gak tahan kena sinar matahari, pantesan aja tiap siang dia selalu berteduh di pohon itu. Kelihatannya dia lagi tidur. Aku pun melihatnya dari kejauhan, aku takut akan membangunkannya.
Saat sedang memandangi Michizuki, tiba-tiba aja. Pyaarrr… kaca yang berada di lantai 2 pecah dan hendak menghampiriku. Namun dengan sigap Michizuki langsung membawaku berteduh dibawah sebuah pohon.
“Kamu bodoh banget sih? Kalo ada kaca pecah gitu menghindar dong. Kalo sampek kamu kena, kelelawar yang semalam bisa datang lagi. bahkan jumlahnya akan semakin banyak.”
“Maaf ya, Michizuki. Responku emang lambat.” Senyumku.
Sepertinya dia marah, kulihat wajahnya penuh dengan keringat. O iya dia kan barusan menyelamatkanku, pasti dia terkena sinar matahari itu. Dan tiba-tiba dia pun pingsan.
            “Michizuki, Michizuki. Bangun.” Ucapku cemas.
Mungkin dia hanya kelelahan aja saat menyelamatkanku. Aku pun menyandarkan tubuhnya tepat dibawah pohon sambil mengkompresnya. Mudah-mudahan dengan gini dia cepat sadar. Dilihat dari dekat wajahnya sama sepert orang-orang lain. Didekat Michizuki seperti ini membuatku dadaku berdebar-debar.
Saat hari mulai menjelang sore dia pun terbangun.
            “Michizuki, syukurlah kamu gak apa-apa.” Ucapku senang.
            “Kamu sedang apa?”
            “Aku lagi ngompres kamu nih. Aku lihat tadi kamu berkeringat sih makanya aku kompres. Sebenernya kamu gak tahan sinar matahari kan, tapi kamu menyelamatkan aku. Terima kasih ya.” Senyumku. Dia pun juga ikut tersenyum. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum manis.
            “Dari pada kompres, aku lebih milih dirimu.” Dia pun langsung memelukku.
            “Mi..Michizuki.”
Seketika mulutku tak bisa berkata apa-apa, sepertinya aku bener-bener terhipnotis. Pelukannya yang erat semakin membuatku berdebar-debar. Aku pun hanyut dalam pelukannya itu. Entah kenapa sepertinya aku semakin menyukai vampire itu.
            “Kinaya. Apa kamu gak takut berdekatan seperti ini denganku?”
            “Nggak. Aku sama sekali gak takut. Malahan aku seneng.”
            “Kenapa?”
            “Karena aku menyukai Michizuki, sangat suka.”
Tiba-tiba kata-kata itu meluncur begitu aja dari bibirku. Sejenak kudengar dia tersenyum, dia pun semakin erat memelukku. Sepertinya aku gak pengen melepaskan pelukan ini, aku ingin selalu bersama Michizuki.
Saat hari udah malam, barulah Michizuki melepaskan pelukannya. Dia pun tersenyum padaku.
            “Kamu bener-bener gak pernah takut ya?”
            “Mana mungkin aku takut dengan cowok yg kusukai.” Senyumku.
Namun tiba-tiba dia mendorongku, dia pun langsung jatuh menindih tubuhku.
            “Michizuki.”
            “Apa kamu gak pernah berfikir aku bisa menyerangmu seperti ini. Kamu tahu kan seorang vampire memburu mangsanya tiap malam, dan sekarang udah malam. Bisa aja kan aku sekarang menyerangmu. Lagipula kamu sekarang lagi sendiri.”
Kata-katanya itu sedikit membuatku takut, namun aku yakin dia gak akan pernah melakukan hal seperti itu.
            “Aku percaya Michizuki. Aku yakin sama orang yang kucintai.” Senyumku.
Perlahan dia pun membelai rambutku, dan mencium bibirku. Tangannya pun juga mengikat erat tubuhku, namun aku semakin ingin dipeluk olehnya.
“Jika kamu pasrah seperti ini, aku bisa melakukan hal yang lebih lagi loh.” Ucapnya berbisik ditelingaku. Namun aku hanya tersenyum.
Secara perlahan dia buka bajuku, dia ciumi leher dan dadaku. Sejenak kurasakan kehangatan bibirnya di leher dan dadaku. Baru kali ini aku merasakannya. Saat tangannya mulai menjamah tubuhku yang lain, dadaku semakin berdebar-debar. Aku mulai merasa takut. Namun tiba-tiba Michizuki menghentikan tangannya.
            “Kinaya. Kamu takut ya?”
            “A..aku.”
            “Debaran jantungmu sampek terdengar loh.” Senyumnya.
“Benarkah? Maaf. aku hanya sedikit takut, karena ini pertama kali buatku.”
“Gak usah takut, aku gak akan melakukan sesuatu yg tidak-tidak sama kamu.” Senyumnya. Dia pun memasang kembali kancing bajuku dan merapikannya. “Ayo pulang, ini udah larut malam.”
“I..iya.” aku pun langsung berdiri.
Kamipulang bersama. Tangannya menggandeng erat tanganku. Michizuki bener-bener mengantarku sampai rumah. Saat kulihat dicermin, ternyata ada bekas ciuman dileher dan dadaku. Ciumannya membekas. Hari ini aku bener-bener melewati hari-hari yang sangat bahagia. Kejadiaan tadi gak akan pernah bisa kulupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar