Senin, 26 November 2012

My Lovers is a Vampire 1


Saat jam istirahat, kuberdiri didekat jendela kelas. Mataku jauh menatap keindahan yang ada diluar. Dan tiba-tiba.
            “Hei Kinaya, ngelamun aja sih.” Seorang teman mengagetkanku.
            “Ng..nggak kok. Aku Cuma….”
            “Oo lagi ngeliatin Michizuki.” Dia ikut melihat keluar jendela. “Ngeliatinnya kok sampek gitu amat sih, di panggil berulang kali tapi gak sadar-sadar.”
            “Maaf.” ucapku malu.
            “Emang sih dia cakep, cakepnya gak ada duanya. Dulu saat kita masih di tahun pertama, banyak banget yang ngejar-ngejar dia. Bahkan kakak kelas pun juga ikut menyukainya. Baru kali ini juga aku ngeliat cowok setampan dia, tapi selama ini dia gak pernah punya hubungan special sama cewek. Semua cewek selalu dia tolak, bener-bener aneh kan?” jelasnya.
            “Apanya yang aneh?”
            “Ya aneh aja, masa’ cowok setampan dia sama sekali gak pernah punya cewek sih.” Atau jangan-jangan….”
            “Jangan-jangan apa?”
            “Jangan-jangan dia suka sesama jenis lagi, alias Gay.” Ucapnya ngawur.
            “Hei, ngomongnya jangan ngawur gitu dong. Kalo kedengaran dia bisa marah.” Nasihatku. “Mungkin aja kan dia punya alasan tertentu kenapa gak mau pacaran, atau mungkin aja dulu dia pernah punya pengalaman yang menyakitkan saat pacaran.”
“Iya juga sih, tapi kayaknya gak mungkin deh ada cewek yang mau nyakitin cowok setampan dia. Ya kalo pun ada, berarti cewek itu sakit jiwa.”
“Tapi meskipun dia aneh, tapi aku tetep menyukainya.” Senyumku.
            “Hei, Kinaya. Kamu bener-bener menyukainya ya?” aku pun hanya mengangguk dan tersenyum. “Sepertinya yang gak waras kamu deh. Dari dulu kamu menyukainya, namun sampai sekarang ngobrol berdua aja gak pernah.”
            “Ya gak apa-apa lah, dengan melihatnya seperti ini aja aku udah seneng.” Belaku.
            “Hei, hei jangan ngeliatin dia terus. Bisa-bisa kamu terhipnotis loh.”
            “Meski terhipnotis juga gak apa-apa kok. Aku akan seneng banget.”
            “Hei, Kinaya. Sepertinya kamu emang harus bener-bener diperiksa ke dokter jiwa deh.” guraunya. “Ayo kita masuk kekelas.”
            “Gak ahh, aku mau disini aja ngeliatin Michizuki.”
            “Ehh ini tuh udah masuk, ayo buruan. Gak usah nambah stress deh.” temanku itu pun langsung menarikku kedalam kelas.
Saat sepulang sekolah.
            “Kinaya.” Seorang cowok memanggilku.
            “Oo ketua kelas.”
            “Kamu mau pulang ya?”
            “Emangnya kenapa ketua kelas?”
            “Gini aku butuh bantuanmu. Tadi aku sempat meminjam bukunya Michizuki, rencananya pulang sekolah ini ku kembalikan. Ehh tapi ternyata dia udah pulang duluan. Aku mau kerumahnya, tapi ntar malam aku ada acara. Berhubung jarak rumahmu dan Michizuki gak terlalu jauh, jadi tolong ya kasih buku ini ke Michizuki.”
            “Baiklah akan kukembalikan buku ini.” Aku pun menjawabnya dengan penuh semangat.
Aku bergegas menuju kerumahnya. Meski jarak rumahku dan Michizuki dekat, tapi aku gak pernah tahu dimana rumahnya. Aku malu mau kerumahnya, tapi berhubung sekarang ketua kelas menyuruhku mengembalikan buku ini jadi aku punya alasan deh datang kerumahnya. Untung aja tadi ketua kelas memberiku alamat rumahnya. Aku pun sibuk mencari alamat rumah Michizuki.
            “Wahh hari udah mau gelap nih, sepertinya juga mau hujan. Aku harus buru-buru.”
Aku pun sibuk mencari alamat rumah itu, dan tibalah aku didepan sebuah rumah.
            “Ini ya rumahnya. Rumahnya besar banget.Oh iya, dia kan keluarga orang mampu. Tapi kok kelihatannya sepi ya, apa gak ada penjaganya. Kok rumahnya gelap banget ya.”
Aku pun mendekati pagar rumah itu. Disekeliling rumah bener-bener sepi, tak ada satu pun orang yang kulihat disana.
            “Permisi. Apa ada orang didalam? Permisi.” Namun tak ada jawaban. Aku pun memberanikan diri membunyikan gembok pagar rumah itu. Teekkk..tekkk..tekk…
Namun tiba-tiba segerombolan kelelawar mendekatiku, aku pun sontak berteriak. “Aaaaaa.” Dan seketika kelelawar itu pun pergi. Ketakutanku pun muncul.
            “Kok tiba-tiba ada kelelawar ya? Perasaanku kok jadi gak enak gini sih. Apa sebaiknya aku pulang aja ya, lagian ini udah malam. Ya udahlah besok aja kukembalikan buku ini saat disekolah.”
Aku pun mengambil buku itu yang tadi sempat jatuh saat diserbu kelelawar. Saat ku ambil, gak sengaja tanganku tergores pinggiran buku dan berdarah.
            “Aduhh aku gak hati-hati ngambil bukunya.”
Aku pun bergegas pulang, namun saat akan beranjak tiba-tiba segerombolan kelelawar itu kembali lagi. “Tolonnngggg!!!” ku berteriak. Dan tiba-tiba seorang cowok datang.
            “Berlindunglah dibelakangku.” Ucapnya dingin. Dia pun mengusir semua kelelawar itu dengan tangannya. “Kelelawarnya banyak banget sih.” Kesalnya. Sejenak di terdiam, namun tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah. Matanya berubah seperti mata kucing yang tajam, terlihat sedikit taring, dan kukunya pun panjang.
            “Pergi sana!!!” teriak cowok itu.
Semua kelelawar itu pun pergi, seakan takut dengan cowok itu. Saat dia berbalik.
            “Mi..Michizuki.” kuterkejut.
            “Cepat pergi.” Dia pun hendak beranjak pergi, namun kuraih tangannya.
            “A..apa benar kamu Michizuki?” sejenak dia hanya terdiam, muka yang tadinya berubah seram sekarang kembali seperti semula lagi.
            “Cepatlah pulang sebelum kelelawar itu kembali lagi.”
            “Ta…tapi. Kenapa kelelawar itu menyerangku?”
            “Karena mereka mencium bau darahmu.” Ucapnya dingin.
Darah. Apa maksudnya darah ditanganku ini?
            “Jangan pernah berkeliaran sendirian dengan kondisi berdarah seperti itu, karena itu akan mengundang mereka. Dan, jangan pernah mendekatiku lagi.”
            “Ke..kenapa?”
            “Karena aku adalah seorang vampire. Jadi menjauhlah dariku kalo kamu mau selamat.”
Kata-kata Michizuki itu membuatku bener-bener terkejut. Apa bener? Apa bener yang tadi dia katakan? Apa bener dia seorang vampire? Aku pun bergegas pulang dan mengurung diriku dikamar. Tapi entah kenapa meski aku tau dia vampire, perasaan sukaku padanya masih tetap ada. Bahkan tadi saat dia berubah jadi serem, aku malahan  gak ngerasa takut sama sekali.












 

Keesokan harinya saat jam istirahat, aku menyempatkan diriku berjalan-jalan ditaman belakang sekolah. Itu adalah tempat favorit Michizuki, sering kulihat  dia ada disana. Banyak sekali pohon yang rindang disana, mungkin itu lah yang membuat Michizuki betah berada ditaman itu. Dan kebetulan banget saat itu kulihat Michizkui sedang duduk dibawah sebuah pohon. Oh iya vampire kan gak tahan kena sinar matahari, pantesan aja tiap siang dia selalu berteduh di pohon itu. Kelihatannya dia lagi tidur. Aku pun melihatnya dari kejauhan, aku takut akan membangunkannya.
Saat sedang memandangi Michizuki, tiba-tiba aja. Pyaarrr… kaca yang berada di lantai 2 pecah dan hendak menghampiriku. Namun dengan sigap Michizuki langsung membawaku berteduh dibawah sebuah pohon.
“Kamu bodoh banget sih? Kalo ada kaca pecah gitu menghindar dong. Kalo sampek kamu kena, kelelawar yang semalam bisa datang lagi. bahkan jumlahnya akan semakin banyak.”
“Maaf ya, Michizuki. Responku emang lambat.” Senyumku.
Sepertinya dia marah, kulihat wajahnya penuh dengan keringat. O iya dia kan barusan menyelamatkanku, pasti dia terkena sinar matahari itu. Dan tiba-tiba dia pun pingsan.
            “Michizuki, Michizuki. Bangun.” Ucapku cemas.
Mungkin dia hanya kelelahan aja saat menyelamatkanku. Aku pun menyandarkan tubuhnya tepat dibawah pohon sambil mengkompresnya. Mudah-mudahan dengan gini dia cepat sadar. Dilihat dari dekat wajahnya sama sepert orang-orang lain. Didekat Michizuki seperti ini membuatku dadaku berdebar-debar.
Saat hari mulai menjelang sore dia pun terbangun.
            “Michizuki, syukurlah kamu gak apa-apa.” Ucapku senang.
            “Kamu sedang apa?”
            “Aku lagi ngompres kamu nih. Aku lihat tadi kamu berkeringat sih makanya aku kompres. Sebenernya kamu gak tahan sinar matahari kan, tapi kamu menyelamatkan aku. Terima kasih ya.” Senyumku. Dia pun juga ikut tersenyum. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum manis.
            “Dari pada kompres, aku lebih milih dirimu.” Dia pun langsung memelukku.
            “Mi..Michizuki.”
Seketika mulutku tak bisa berkata apa-apa, sepertinya aku bener-bener terhipnotis. Pelukannya yang erat semakin membuatku berdebar-debar. Aku pun hanyut dalam pelukannya itu. Entah kenapa sepertinya aku semakin menyukai vampire itu.
            “Kinaya. Apa kamu gak takut berdekatan seperti ini denganku?”
            “Nggak. Aku sama sekali gak takut. Malahan aku seneng.”
            “Kenapa?”
            “Karena aku menyukai Michizuki, sangat suka.”
Tiba-tiba kata-kata itu meluncur begitu aja dari bibirku. Sejenak kudengar dia tersenyum, dia pun semakin erat memelukku. Sepertinya aku gak pengen melepaskan pelukan ini, aku ingin selalu bersama Michizuki.
Saat hari udah malam, barulah Michizuki melepaskan pelukannya. Dia pun tersenyum padaku.
            “Kamu bener-bener gak pernah takut ya?”
            “Mana mungkin aku takut dengan cowok yg kusukai.” Senyumku.
Namun tiba-tiba dia mendorongku, dia pun langsung jatuh menindih tubuhku.
            “Michizuki.”
            “Apa kamu gak pernah berfikir aku bisa menyerangmu seperti ini. Kamu tahu kan seorang vampire memburu mangsanya tiap malam, dan sekarang udah malam. Bisa aja kan aku sekarang menyerangmu. Lagipula kamu sekarang lagi sendiri.”
Kata-katanya itu sedikit membuatku takut, namun aku yakin dia gak akan pernah melakukan hal seperti itu.
            “Aku percaya Michizuki. Aku yakin sama orang yang kucintai.” Senyumku.
Perlahan dia pun membelai rambutku, dan mencium bibirku. Tangannya pun juga mengikat erat tubuhku, namun aku semakin ingin dipeluk olehnya.
“Jika kamu pasrah seperti ini, aku bisa melakukan hal yang lebih lagi loh.” Ucapnya berbisik ditelingaku. Namun aku hanya tersenyum.
Secara perlahan dia buka bajuku, dia ciumi leher dan dadaku. Sejenak kurasakan kehangatan bibirnya di leher dan dadaku. Baru kali ini aku merasakannya. Saat tangannya mulai menjamah tubuhku yang lain, dadaku semakin berdebar-debar. Aku mulai merasa takut. Namun tiba-tiba Michizuki menghentikan tangannya.
            “Kinaya. Kamu takut ya?”
            “A..aku.”
            “Debaran jantungmu sampek terdengar loh.” Senyumnya.
“Benarkah? Maaf. aku hanya sedikit takut, karena ini pertama kali buatku.”
“Gak usah takut, aku gak akan melakukan sesuatu yg tidak-tidak sama kamu.” Senyumnya. Dia pun memasang kembali kancing bajuku dan merapikannya. “Ayo pulang, ini udah larut malam.”
“I..iya.” aku pun langsung berdiri.
Kamipulang bersama. Tangannya menggandeng erat tanganku. Michizuki bener-bener mengantarku sampai rumah. Saat kulihat dicermin, ternyata ada bekas ciuman dileher dan dadaku. Ciumannya membekas. Hari ini aku bener-bener melewati hari-hari yang sangat bahagia. Kejadiaan tadi gak akan pernah bisa kulupakan.

Minggu, 11 November 2012

Cross Of Love 2


Terdengar suara burung-burung membangunkanku dari tidur.Ternyata udah pagi.Aku pun berbalik arah, merasakan sesuatu yang aneh.Kenapa bantal gulingku gak empuk ya?Aku mencoba membuka mata.Kulihat seorang pria tertidur pulas disampingku, dan gak sengaja tadi aku memeluknya.PakYuji.Kenapa dia bisa ada disini?Aku mencoba bangun dan mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Oh iya aku dan Pak Yuji kan udah menikah, pantesan aja dia ada disini. Aku pun tersenyum.Aku seneng banget ternyata ini bukan mimpi, aku bener-bener menikah dengan Pak Yuji.Oh iya aku harus siapin sarapan untuk suamiku ini. Aku pun bergegas pergi ke dapur dan memasak beberapa makanan untuknya.
            “Kau sedang apa?” suara Pak Guru mengagetkanku.
            “Oh Pak Guru udah bangun. Selamat pagi Pak Yuji.” Aku memberinya sebuah senyuman manis.
            “Baunya kelihatannya enak, jadi lapar nih.”
            “Iya Pak, sebentar lagi juga matang. Pak Guru tunggu aja ya?”  ucapku. Dia pun membalasnya dengan senyuman lembut.
            “Nah masakannya udah matang.”Aku meletakkannya di meja makan.
            “Emm, dari baunya sepertinya udah kelihatan ini enak.” Pak Guru pun menyicipinya. “Wahh ini bener-bener enak banget.Kamu pintar memasak ya?” pujinya.
Aku pun membalasnya dengan senyuman.Kami pun makan bersama, aku senang melihat Pak Yuji makan dengan lahap.
            “Ahh, aku bener-bener kenyang banget.” ucap Pak Guru.“Udah lama aku gak makan makanan seenak ini.”
            “Memangnya selama ini Pak Guru makan apa?”
            “Ya Cuma makan mie ramen aja, soalnya aku juga gak bisa masak sih.”Candanya.
            “Ya udah mulai sekarang aku akan selalu memasak untuk Pak Guru, jadi Pak Guru gak prelu makan mie ramen lagi.” senyumku.
            “Baiklah kalo gitu, sini biar aku yang cuci piring.”
            “Gak perlu Pak, biar aku aja.”
            “Udah, gak apa-apa biar aku aja.Kalo Cuma cuci piring aku juga bisa.Kamu kan udah masak, jadi giliranku untuk mencuci piring. Sebagai suami istri kita kan harus berbagi tugas.”Senyumnya.
            “Baiklah kalo gitu aku mau siap-siap berangkat ke sekolah ya Pak Guru?”
            “Ke sekolah?” tanyanya heran.“Untuk 3 hari kedepan kamu gak perlu berangkat kesekolah dulu, aku udah mengijinkanmu.”
            “Kenapa gak perlu sekolah Pak Guru?” tanyaku heran.
            “Kamu kan masih harus beres-beres untuk pindah kerumahku,dan lagian juga aku pengen sejenak beristirahat. Aku juga udah dapat cuti dari sekolah, jadi aku bisa menemanimu dirumah.”
            “Tapi Pak, kalo kita sama-sama gak ada bisa-bisa seluruh sekolah akan curiga?”
            “Kamu gak perlu khawatir.Mereka akan mengira kamu masih sedih dengan kepergian Mamamu, makanya kamu ijin gak sekolah.”Jelasnya.“Ya udah kalo gitu kamu kemasi semua barang yang mau kamu bawa, setelah itu kamu akan pindah kerumah kita.” Senyumnya.
Aku pun bergegas mengemasi semua barang-barangku.Sejenak kumelihat foto Mama.Mama, sekarang Mayu udah bersuami.Dia adalah cowok yang selama ini Mayu sukai.Doakan Mayu agar bisa jadi istri yang baik untuk Pak Guru ya Ma.Aku tersenyum dan mencium fotonya. Kumasukkan foto itu kedalam tas.
            “Kamu udah siap?” tanya Pak Guru. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. “Baiklah kalo gitu ayo kita pulang kerumah kita yang baru.”
Pak Guru membawakan tasku. Kami berjalan bersama, Pak Guru menggandeng tanganku erat-erat. Sampai saat itu pun aku masih belum bisa percaya aku bisa menikah dengan cowok sebaik, selembut dan setampan Pak Guru.Sesampainya didepan sebuah rumah.
            “Nah ini dia rumah kita.Ayo masuk.”
Aku pun mengikuti langkah kakinya. Banyak bunga-bunga kecil menghiasi rumah itu, meski hanya rumah sederhana namun sepertinya aku akan sangat betah tinggal disana.Kami pun duduk disebuah ruangan kecil, hanya ada sebuah meja disana.
            “Maaf ya, rumahnya sederhana.”
            “Gak apa-apa kok Pak Guru, udah diperbolehkan tinggal disini aja saya udah banyak berterima kasih.Terima kasih ya Pak, maaf udah banyak merepotkan.”
            “Gak kok, aku gak ngerasa direpotin.Aku malah seneng bisa tinggal bersama istriku, jadi aku gak akan ngerasa kesepian lagi.” senyumnya.“Sini aku tunjukkan kamarnya, kamu bisa sekalian beristirahat.”
Diruang tamu hanya ada meja lantai, enggak ada kursi atau pun sofa. Meja itu pun juga biasanya dipakai untuk makan. Bener-bener rumah yang sederhana. Dia pun menunjukkan sebuah kamar yang bersebelahan dengan ruang tamu.
            “Ini kamar kita.”Ucapnya.Terlihat sebuah tempat tidur berada disana.Dan ada sebuah jendela disampingnya.Dari luar jendela aku bisa melihat pemandangan yang indah disana.
            “Wahh indahnya, aku bisa melihat gunung Fuji dari sini.Langitnya juga terlihat sangat indah.”
            “Kamu suka?”
            “Iya.”Senyumku.
            “Syukurlah kalo kamu suka.Oh iya kamu gak masalah kan kalo kita tidur bersama? Karena Cuma ada 1 kamar disini.Tapi kalo kamu keberatan aku bisa kok tidur diruang tamu.”
            “Mmm, gak Pak. Aku gak ngerasa keberatan. Jadi Pak Guru gak perlu tidur diruang tamu, kasihan nanti bisa sakit kalo tidur diluar. Lagian Pak Guru kan udah pernah bilang sendiri, kalo terpisah jadinya Pak Guru gak bisa menjagaku.” Ucapku untuk menenangkannya.
            “Baguslah kalo gitu, jadi aku bisa melihatmu tidur dengan air liur yang menetes.”Guraunya.
            “Emhh, Pak Guru.”
Sejak saat itu kehidupan rumah tangga kami diwarnai saling canda.Tak ada lagi rasa canggung.
            “Ya udah kalo gitu aku mau pergi sebentar ya.”
            “Pak Guru mau kemana?”
            “Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan, kamu istirahat aja.”
            “Baiklah kalo gitu.Hati-hati dijalan ya Pak.”Aku pun mengatarkannya sampai kedepan pintu.Tiba-tiba dia mencium keningku.
            “Hati-hati dirumah ya.Kalo ada apa-apa kamu langsung hubungi aku aja.”
Aku pun langsung masuk kekamar dan membaringkan tubuhku disana.Aku melihat cincin yang melingkar dijari manisku.Sekarang aku udah menikah, aku harus jadi istri yang baik untuknya.Aku harus menunjukkan rasa sayangku padanya.Ku cium cincin itu.Aku cinta Pak Guru, sangat cinta.Tak terasa aku pun tertidur diranjang itu.
Saat kuterbangun hari udah sore.
“Kenapa udah sore gini Pak Guru belum pulang ya? Oh iya nanti malam aku mau masak apa ya untuk Pak Guru? Aku mau liat ahh apa yang bisa aku masak di dapur.”Saat didapur dan melihat isilemari.“Ke..kenapa semuanya Cuma ada mie ramen? Sama sekali gak ada bahan makanan yang bisa aku masak.Hufft, terpaksa aku harus belanja dulu.Mudah-mudahan sore gini masih ada pasar yang buka.”
Aku pun bergegas pergi kepasar, banyak pasar yang udah tutup.Tapi untung aja masih ada yang buka.Setelah membeli beberapa sayur aku segera pulang.Sesampainya dirumah.
            “Dari mana aja kamu dari tadi? Kenapa gak bawa HP.” pak Guru mencegatku di balik pintu. Sepertinya dia marah.
            “I..ini Pak Guru. A..aku barusan abis ke pasar beli beberapa…..” belum selesai kata-kataku, tiba-tiba Pak Guru memelukku dengan sangat erat.
            “Lain kali kalo kamu mau pergi kemana aja, kamu harus memberitahuku dulu ya.Dan ingat, kamu haru selalu membawa HP kemana pun kamu pergi.”
Sepertinya dia mengkhawatirkanku.
            “Maaf Pak.” Aku pun balas memeluknya.
Kemudian aku segera menyiapkan makan malam untuknya.
            “Mari silahkan makan.”Ucapku.
            “Terima kasih ya Mayu atas makanannya.”Senyumnya. “Oh iya Mayu besok kita akan berlibur ke Pulau Jeju. Jadi kamu siapin barang-barangmu ya.”
            “Berlibur?”
            “Iya berlibur, tadi aku udah pesan tiket kesana. Aku juga udah pesan tempat disana, jadi 3 hari kedepan kita akan berlibur disana. Pulau Jeju juga terkenal dengan pantainya yang indah, udah gak sabar pengen berenang.”Senyumnya.
Apa maksud Pak Guru ini seperti honey moon, tapi aku gak berani untuk bertanya. Kenapa Pak Guru tiba-tiba mengajakku ke Pulau Jeju. Setelah makan aku pun bergegas mengemasi barang-barangku dan barang Pak Guru yang akan dibawa besok.

Keesokan paginya kami udah bersiap-siap untuk berangkat.
            “Baju mu udah dibawa? Gak ada yang ketinggalan lagi?” pak Guru mengecek semua perlengkapan yang akan kami bawa.
            “Gak ada Pak Guru, semuanya udah lengkap.”Senyumku.
            “Baiklah kalo gitu.Ayo kita berangkat.”Semangatnya.
Kami pun berangkat ke Pulau Jeju dengan pesawat. Selama perjalanan kesana Pak Guru selalu menjagaku dengan baik. Sesampainya di penginapan aku langsung buru-buru masuk dan melihat ke arah luar jendela.
            “Wahh indah banget, aku bisa melihat pantai dari sini.”Kagumku.
            “Bukan Cuma pantai, kamu juga bisa melihat matahari terbenam dari sini.”
            “Benarkah?Waah pasti keren banget.”
            “Aku sengaja memesan tempat ini untukmu.Kamu suka?”
            “Suka Pak Guru, suka banget. Terima kasih ya Pak.”Senyumku.“Aku jadi gak sabar pengen langsung ke pantai itu.”Aku pun berlari turun.
            “Tunggu Mayu….” Kata-kata Pak Guru itu tak kuhiraukan.
Aku langsung menghampiri pantai yang indah itu.
            “Wahh indah banget pantainya, udaranya juga sangat sejuk.”
Banyak wisatawan yang juga sedang asyik menikmati pantai itu. Ada yang bermain voli,berenang bahkan hanya sekedar berjemur. Aku pun juga ikut menikmati keindahan pantai tersebut.Aku mendekat ke tepi pantai, ombak pun menghempas kakiku.Aku bermain bagaikan seorang anak kecil, hingga ku tak sadar bajuku udah basah semua.Main di pantai ternyata asyik juga ya. Oh iya Pak Guru kemana ya? Kok gak kelihatan, apa dia gak suka bermain di pantai. Tiba-tiba aja “Haattchiiii….” Ahh sepertinya aku kena flu nih gara-gara bajuku basah semua. Mataku mencoba mencari sesuatu di sekeliling pantai itu, kulihat ada sebuah kedai minuman hangat disana.“Nah sepertinya disana menjual minuman hangat, aku beli ahh.”
Sesampainya di kedai itu.
            “Bu, minuman hangatnya 1 ya?” pintaku.
            “Baik, tunggu sebentar ya.”ucapnya lembut.
Selagi menunggu, aku pun menggosok-gosokkan kedua tanganku agar gak terlalu kedinginan.
            “Sendirian ya cantik?Kasian, lgi kedinginan ya?” tiba-tiba suara seorang cowok mengagetkanku dari belakang.Namun aku hanya terdiam.“Sini biar aku bantu menghangatkan tanganmu biar gak kedinginan.”Sela salah seorang temannya.Dia pun langsung meraih tanganku.
            “Apa-apaan kamu ini?Lepaskan tanganku.”Aku berusaha melepaskan tanganku.
            “Udahlah nona cantik, biar kami bantu.” Mereka semakin erat memegang tanganku.
            “Tidak..jangan… Lepaskan, lepaskan tanganku.”Saat aku hampir menangis, tiba-tiba ada seseorang yang memukul salah satu dari mereka.
            “Sialan. Siapa kamu, brengsek?” tanya preman itu sambil mengusap darah yang keluar dari selah-selah bibirnya. “Berani-beraninya kamu memukul teman kami.” Jawab teman yang lain.
            “Seharusnya aku yang bertanya.Kalian siapa?Beraninya kalian ganggu gadis itu?” ternyata dia Pak Guru, Pak Yuji, suamiku.Pak Guru pun langsung menghampiriku dan memelukku dengan hangat. “Gadis ini gak datang sendirian.Apa kalian gak melihat ini?”pak Guru menunjuk jari manisku yang melingkar sebuah cincin.
            “Te..ternyata dia udah menikah.” Jawab preman itu.
            “Jangan pernah ganggu istriku lagi.” ucap Pak Guru tegas sambil terus memelukku.
Mereka pun langsung berlari.
            “Kamu gak apa-apa?” ucapnya khawatir.Pelukannya yang hangat membuatku lega.
            “Gak apa-apa Pak Guru.”Jawabku pelan.
            “Lain kali jangan pernah pergi sendirian ya, kamu harus menungguku. Karena kamu terlalu cantik jadi incaran cowok lain.” Rayunya.Aku pun menjawabnya dengan mengangguk.Kata-katanya sedikit membuatku malu.Dia pun semakin erat memelukku.“Ayo kita kembali ke penginapan, kasihan kalo lama-lama diluar nanti kamu bisa masuk angin.”
Kami pun langsung kembali ke penginapan, setibanya disana aku langsung mandi dan ganti baju.
            “Udah selesai mandinya?” sapa Pak Guru yang sedang duduk disebuah sofa. Aku hanya mengangguk, dan kemudian duduk disebelahnya. “Ini aku buatin kamu minuman hangat,cepat diminum ya. Biar tubuhmu hangat.”Sambil menyodorkan secangkir teh hangat padaku.
            “Terima kasih ya Pak Guru.”Aku meminumnya perlahan.
            “Kau pasti udah lelah, sini tidur di pangkuanku.”Ucap lembut Pak Guru.
            “Ng.. nggak perlu Pak. Biar aku tidur dikamar aja.”
            “Udah, sini tidur.”Dia langsung menarik tanganku dan membaringkan kepalaku di pangkuannya.“Lagian aku masih ingin melihat wajah manismu saat tidur.”Dia mengusap-usap rambutku.
Seketika wajahku jadi memerah.Perlahan aku memejamkan mataku, rasanya nyaman banget tidur dipangkuan Pak Guru.Sehingga aku pun tertidur pulas dalam pangkuannya.

Cross Of Love 1


Musim semi, musim yang di nanti setiap orang.Mereka semua pergi berlibur dan bersenang-senang, tapi gak begitu buatku.Musim semi yang membuatkukehilangan orang yang sangat penting dalam hidupku.Di sebuah kamar kuterduduk lesu di pinggiran ranjang.
            “Mama. .bangun Ma, bangun. .” suaraku menggema disetiap sudut rumah sakit. “Bangun Ma, bangun. Jangan tinggalkan aku sendiri, bangun Ma, bangun.Aku telah kehilangan Papa, aku gak mau lagi kehilangan Mama. Ayo Ma, aku mohon bangunlah.”
            Di pemakaman air mataku sudah tak bisa ditahan lagi, aku bersimpuh di makam Mamadan menangis sekeras-kerasnya. Dan tiba-tiba ada seseorangyang memegang pundakku.Aku pun berbalik.
            “Pak Guru…” sahutku.
Lelaki yang masih muda itu tersenyum padaku, aku pun spontan langsung berdiri dan memeluk lelaki itu.Serentak tangisanku bertambah keras dan sudah tak bisa dihentikan lagi.
            “Sudah, sudah.Jangan menangis lagi, kasian Mamamu.Dia pasti akan tambah sedih kalo ngeliat kamu yang seperti ini.”Ucapnya sambil menepuk-nepuk pundakku.
Namun Aku tak menghiraukannya, aku tetap menangis sambil memeluk erat Pak Guru kesayanganku itu.
            Setelah dari pemakaman, Pak Guru itu pun mengantarkanku pulang kerumah.
            “Terima kasih ya Pak sudah mengantarkan saya pulang.”
            “Sama-sama.”Senyum Pak Guru.Senyuman manis itu membuatku sedikit malu.
            “Rumah pasti akan sangat sepi setelah Mama pergi.” Sedihku.
Terlihat Pak Guru terdiam sejenak, seakan memikirkan sesuatu.
            “Ya sudah kalo gitu saya masuk dulu ya Pak.”
Saat Aku baru melangkah tiba-tiba…
            “Tunggu dulu Mayu.”Ucap Pak Gurusambil memegang tanganku. Aku pun berbalik.“Gimana kalo kamu tinggal bersamaku saja.”
Kata-kata Pak Guru muda itu sontak mengejutkanku. Mataku menatap tajam ke arah lelaki tampan itu.
            “Kamu jangan berfikir negatif dulu, aku hanya ingin menjagamu aja. Gak ada hal lain jadi kamu gak perlu khawatir.Kasian kalo kamu hanya tinggal sendiri, jelas gak akan ada yang menjagamu.”Ucap laki-laki itu untuk menenangkan pikiranku.
Namun tetap saja wajahku terkejut dengan kata-kata Pak Guru tadi. Satu kata pun tak bisa terucap dari bibirku.
            “Mayu terkejut ya? Maaf kalo udah membuatmu terkejut tapi saya hanya menawarkan saja, kalo Mayu gak mau ya saya juga gak akan memaksa.” Ucap laki-laki itu seraya tersenyum.“Ya sudah kalo gitu saya pulang dulu ya.”
Pak Guru tampan itu pun langsung pergi meninggalkanku yang masih terkejut dengan kata-katanya. Sampai-sampai aku tak bisa berucap apapun.Saat di kamar, beribu pertanyaan seketika muncul dalam benakku.Kenapa tiba-tiba Pak Guru berkata seperti itu? Bagaimana jika teman-teman sekolah tahu aku tinggal bersamanya? Memang sih aku suka sama Pak Guru,dia kan cakep, masih muda lagi tapi udah bisa menjadi seorang guru.namun apa aku harus tinggal bersamanya. Aku kan cewek,sedangkan Pak Guru Cowok. Bagaimana kata orang-orang nantinya?Tak henti-hentinya pertanyaan itu mendera pikiranku.












 

            Keesokan harinya saat di dalam kelas aku terus memikirkan kata-kata Pak Guru semalam.
            “Hei, kau melamun ya?” tiba-tiba seorang cewek mengagetkanku.
            “Ehh Lily. Gak kok, aku gak melamun.Aku hanya memikirkan Mamaku saja.”
            “Oh iya aku ikut berduka cita ya atas kepergian Mamamu.”Ucap sahabat karibku itu.
            “Makasih ya.”
            “Oh iya kamu kan masih dalam keadaan berduka, kenapa sekarang sudah masuk? Kamu kan boleh ijin untuk beberapa hari.”
            “Gak Ly, aku pengen terus sekolah. Kalo aku gak sekolah nanti aku bisa banyak ketinggalan pelajaran.”
            “Tapi kamu beneran gak apa-apa kan?”
“Beneran, aku gak apa-apa kok.Aku baik-baik aja.”Ucapku meyakinkannya.
“Syukurlah kalo gak apa-apa.Oh iya nanti ada pelajarannya Pak Yuji loh, kamu pasti semangat kalolagi  ngelihat Pak Guru yang tampan itu. Aduhh dia itu kok tampan banget ya, manis, baik, sabar, usianya juga masih 23 tahun tapi udah bisa jadi guru. Bener-bener cowok impian setiap cewek.Meski masih beberapa bulan mengajar disini namun dia udah di letakkan di tempat yang special di hati para murid cewek.Kalo ngeliat dia hatiku seakan meleleh. Ooh Pak Guruku.”
Aku pun tersenyum mendengar ucapan Lily yang panjang bagaikan kereta api itu. Melihat sahabatku itu tersenyum aku pun ikut tersenyum.Dari awal dia mengajar disekolah ini, aku sudah sangat suka padanya.Namun aku tak berharap banyak.Guru yang umurnya hanya terpaut 5 tahun dariku itu menjadi incaran banyak cewek d sekolah, bahkan diluar sekolah.
            “Selamat pagi semuanya.”Sapa Pak Yuji.
            “Selamat pagi Pak.”Murid menjawab.
Kami pun mengikuti pelajaran dengan tenang. Namun Aku masih terbayang kata-kata Pak Guru semalam. Aku gak menyangka Pak Guru akan bicara seperti itu. Saat pelajaran pun aku selalu memandangi wajahnya.Jantungku berdegup semakin kencang saat aku menatapnya.Perasaanku ini emang gak bisa disembunyikan.
Sepulang sekolah.
            “Mayu.” terdengar seorang cowok menyapaku.
            “Ehh Rendi.”
            “Aku turut berduka cita ya atas meninggalnya ibumu.”
            “Iya terima kasih.”Jawabku singkat.
            “Aku antar kamu pulang ya?”
            “Gak usah.Aku bisa pulang sendiri kok.”
            “Tapi aku…..”
            “Gak apa-apa.Aku bisa pulang sendiri, kamu gak usah khawatir.Akku baik-baik aja kok.” Potongku sambil tersenyum ke arah cowokmanis itu.
            “Mayu.”Sekali lagi terdengar suara cewek memanggilku.
            “Lily. Ada apa? Kenapa kamu lari?”
            “Pak Guru mencari mu tuh.”
            “Pak Guru… Pak Guru siapa?”
            “Pak Guru kesayanganmu. Siapa lagi kalo bukan Pak Yuji.”Lily berkata sambil tersenyum.“Ya udah aku pulang duluan ya. Dahh Mayu.”
“Tu..tunggu dulu.” namun Lily pun langsung sekejap menghilang dalam pandanganku. “Kenapa Pak Guru mencariku? Apa dia mau membicarakan masalah semalam? Aduh aku harus jawab gimana nih.”
Tanpa pikir panjang aku pun langsung datang keruangannya. Tok..tok..tok..
            “Permisi Pak.” Kulihat dia sedang berdiri dekat jendela.
            “Oh Mayu, mari silahkan masuk.”
            “Baik Pak.” Jawabku singkat. “Tadi Lily bilang Pak Guru mencari saya ya? Ada apa Pak?”
            “Iya Mayu. Saya liat dari tadi di kelas kamu ngelamun terus.Apa ada masalah yang kamu pikirkan?”
Hufft Pak Guru ini, udah tahu yang ku pikirkan itu adalah kata-katanya semalam. Kenapa dia malah bertanya?Ucapku dalam hati.
            “Gak ada apa-apa kok Pak. Mungkin saya Cuma  masih kepikiran sama Mama.”
            “Ohh gitu ya.Kenapa kamu sekarang udah ke sekolah?Kamu kan masih dapat ijin libur?”
            “Gak apa-apa kok Pak, saya ingin tetep ke sekolah.Saya gak mau ketinggalan pelajaran, saya gak mau ngecewain Mama.”
            “Ya udah kalo kemauanmu kayak gitu.Tapi kalo kamu ngerasa kurang baik, kamu gak apa-apa kok ijin untuk beberapa hari.Pihak sekolah juga pasti bisa memakluminya.”
            “Iya Pak, terima kasih.”
Dia pun hanya tersenyum padaku.Senyumannya itu sedikit membuatku malu.
            “Oh iya, kamu mau pulang kan? Mari sekalian aku antar.”
            “Gak usah Pak, saya bisa pulang sendiri.”
            “Saya tahu kamu bisa pulang sendiri, tapi apa gak boleh seorang Guru mengantarkan muridnya pulang? Ya untuk memastikan kalo muridnya yang paling manis ini pulang dengan selamat.” Ucapannya itu benar-benar meluluhkan hatiku.
Kami pun pulang bersama. Sesampainya di depan rumah.
            “Nah kita udah sampai.”Ucapnya.“Setelah ini kamu langsung istirahat ya, kamu pasti udah lelah seharian ini.”Ucapnya perhatian.Perhatiannya itu semakin membuat hatiku tak dapat ditahan lagi.
            “Tunggu dulu Pak.”Aku mencoba meraih tangannya.
            “Iya Mayu.”
            “Begini Pak. Tentang kata-kata Pak Guru semalam. Emm anu…” aku ragu mengucapkannya.
            “Kenapa Mayu?”
            “Saya mau tinggal bersama Pak Guru, tapi dengan satu syarat.”Kucoba memberanikan diri memngucapkanya.
            “Syarat apa?”
            “Ba..bagaimana..kalo kita menikah saja.” Kata-kata itu langsung meluncur begitu saja dari mulutku. Kulihat wajah Pak Guru pun sedikit terkejut. Sejenak kami terdiam, namun selang beberapa saat Pak Guru tersenyum. Dia mengusap-usap rambutku dengan lembut.Dia berbalik dan langsung pergi meninggalkanku yang saat itu masih terkejut dengan apa yang kukatakan barusan.
Aku pun langsung masuk dan membaringkan tubuhku di tempat tidur.Kenapa aku tiba-tiba bisa berfikir seperti itu.Apa yang sedang aku pikirkan sih, pasti Pak Guru gak suka dengan ucapanku tadi, pasti dia ngerasa sangat terkejut. Bagaimana ini? Tak henti-hentinya aku memikirkan kata-kataku  tadi. Baiklah besok aku akan minta maaf padanya.
Saat hari menjelang malam, tiba-tiba HP ku berbunyi. Kringg..kringg… Kulihat ada nomor baru, nomor siapa ya ini?Sepertinya aku gak kenal nomor ini.
            “Hallo.”
            “Hallo Mayu.” Terdengar suara cowok yang kukenal. “Ini Pak Yuji.”
            “Oh Pak Yuji. Ba..bagaimana Pak Guru tau nomorku?” tanyaku gugup.
            “Aku ini kan wali kelasmu, jadi pasti aku tau semua nomor HP muridku. Oh iya apa kamu udah tidur? Maaf ya kalo udah ganggu malam-malam.”
            “Gak apa-apa kok Pak, lagian saya juga belum tidur.”
            “Syukurlah kalo emang gak ganggu.”Terdengar dia tersenyum.
            “Pak Guru. Tentang perkataan saya tadi siang, saya……”
            “Oh iya kamu ada waktu gak sekarang?” tiba-tiba Pak Guru memotong kata-kataku.
            “Iy..Iya Pak. Ada. Emangnya ada apa?” jawabku gugup.
            “Kalo gitu bisa gak kamu nemenin saya jalan-jalan, saya lagi bosen nih. Pengen jalan-jalan.”
            “Jalan-jalan?” aku mengulang kata-katanya seakan tak percaya. Apa Pak Guru mengajakku kencan ya. Pikiranku pun semakin aneh.
            “Iya jalan-jalan.Emang kenapa?Kamu gak bisa ya?”
            “Bi..bisa kok Pak. Emmm, saya bisa temuin Pak Guru dimana?”
            “Di depan rumahmu.”
            “Di depan rumahku?” aku pun langsung membuka jendela. Kulihat Pak Guru bener-bener ada didepan rumah. “Baik Pak, tunggu dulu saya mau pakai jaket.”
            “Gimana kalo kamu pakai kimono aja.”Sarannya.
            “Memangnya kenapa Pak?” tanyaku heran.
            “Gak apa-apa, saya Cuma pengen ngelihat kamu pakai kimono aja. Lagian baju itu kan melambangkan budaya kita sendiri. Bisa kan?”
            “Baiklah Pak.”
Aku pun bergegas memakai kimono, perasaanku campur aduk gak karuan.Cowok yang selama ini kusuka, ngajak kencan.Tapi kenapa aku harus memakai kimono malam-malam gini ya.Aku pun langsung menemuinya didepan rumah.
            “Pak Guru udah lama nunggu ya?” pak Guru memandangiku lama. “Kenapa Pak? Jelek ya.”
            “Gak kok, ternyata kamu tetep cantik pakai kimono.”Senyumnya.Kata-kata itu membuatku malu.“Ayo kita jalan.”Kami pun jalan berdua seakan seperti sepasang kekasih.
            “Kenapa Pak Guru gak ngomong dari tadi kalo mau ngajak jalan ? Kalo Pak Guru ngomong dulu saya kan bisa siap-siap. Dari pada Pak Guru nunggu lama didepan rumah.”
            “Kalo saya ngomong dulu, gak akan bisa jadi kejutan dong.”Senyumannya kembali meluluhkan hatiku.
Aku pun terus berjalan mengikuti Pak Guru tanpa tahu kemana arah tujuannya.
            “Memangnya kita mau pergi kemana Pak Guru?”
            “Rahasia.Nanti kamu juga pasti tahu sendiri kalo udah sampai ditempatnya.”Kesekian kali dia memberikan senyuman manisnya padaku.Aku semakin penasaran sebenernya kita mau kemana sih, kenapa aku harus berpakaian kimono.
Kami terus berjalan. Kulihat tangan Pak Guru gemetaran, Pak Guru kedinginan. Sepertinya udah dari tadi Pak Guru menunggu didepan rumah. Tanpa berfikir panjang aku pun meraih tangannya, dan menggosok-gosokkan pada tanganku.
            “Kau mau apa Mayu?” pak Guru terkejut.
            “Udah, Pak Guru tenang aja. Dengan gini Pak Guru gak akan kedinginan lagi.” senyumku.
            “Ternyata saat tersenyum kamu manis juga ya.” Pujian Pak Guru itu bener-bener membuatku tak bisa berkata apa-apa. Kutertunduk malu sambil terus mngusap tangannya.“Ayo kita jalan lagi, nanti keburu acarnya selesai.”Dia pun langsung menggandeng tanganku.Hatiku bener-bener bahagia saat itu. Entah sampai kapan kebahagiaan itu akan bertahan.
Dan sampailah kita disebuah tempat.Banyak sekali orang yang mondar mandir disana.Tempat itu begitu ramai, lautan manusia mengelilingi setiap jalan sehingga sulit untuk berjalan.Semua orang memakai baju tradisonal sendiri-sendiri, seperti aku yang memakai kimono.
            “Pegang tanganku erat-erat ya?”
            “Iy..Iya Pak Guru.”Aku pun semakin erat memegang tangannya.“Sebenarnya ini acara apa sih Pak?”
            “Ini festival budaya tahunan.Kamu gak tau ya?” aku hanya menggelengkan kepala.“Ya udah kalo gitu ayo kita liat-liat yang lain.” Pak Guru mengajakku berkeliling di tempat itu. Berkat Pak Guru kesedihanku sedikit berkurang.
            “Wahh disana ada kembang api? Kita kesana ya?” aku pun langsung berlari tanpa hati-hati, dan tiba-tiba aku hampir tersandung. Namun Pak Guru seketika langsung menahanku dari belakang, dia memelukku.
            “Gak usah lari, nanti kamu bisa jatuh.”Nasihatnya lembut.
            “Iy..Iya Pak.” Dia pun kembali menggandeng tanganku. Perlahan kami berjalan menuju arah kembang api itu.
            “Wahh indahnya. Aku seakan ingin terbang menyatu dengan kembang api itu. Indah sekali kan Pak.”
            “Iya, indah sekali.Apa kamu senang?” aku pun menjawabnya dengan senyuman.
Malam itu langit sangat indah, dihiasi oleh beribu kembang api.
            “Kembang api tadi indah banget ya Pak Guru? Apa ini kejutan yang Pak Guru bilang?”
            “Sebenernya bukan ini kejutan yang mau aku kasih, tapi syukurlah kamu udah seneng.Melihatmu seneng aku juga ikut seneng.”
            “Emangnya kejutan apa yang mau Pak Guru kasih?”
            “Ehmm, itu rahasia.Kamu ikut aja, nanti juga tahu sendiri.”Dari tadi Cuma jawaban itu terus yang dia kasih, aku jadi semakin penasaran.
Dia pun mengajakku kesebuah tempat yang sepi.Kami menyusuri sebuah hutan yang sangat sepi, perasaanku mulai gak enak.
            “Pak Guru, sebenernya kita mau kemana? Kenapa tempatnya sepi gini, kenapa kita harus masuk ke hutan?” tanyaku takut.“Pak Guru. Aku takut, kita langsung pulang aja ya?” saat aku mau berbalik pulang tiba-tiba Pak Guru meraih tanganku.
            “Gak apa-apa, ntar lagi kita juga sampai.”
            “Gak Pak Guru, aku takut. Aku mau pulang aja, lagian juga ini udah larut malam.Kejutannya besok aja kalo udah pagi.”Ku semakin ketakutan.
            “Gak Mayu, ini harus kita selesaikan malam ini juga. Ini urusan yang penting banget. Aku janji, kalo ini semua udah selesai kita akan langsung pulang. Aku sendiri yang akan mengantarkanmu pulang.”Kata-kata itu semakin membuat perassanku jadi gak enak.
            “Tapi Pak Guru…”
            “Udah, kamu percaya aku kan?” tanya Pak Guru meyakinkan.
            “Ta…tapi Pak…”
Dia semakin erat memegang tanganku, genggamannya begitu erat sampai aku tak bisa melepaskannya.Dan tibalah kami didepan sebuah kuil yang cukup megah.Aneh, kenapa didalam hutan seperti ini ada sebuah kuil ya.Aku pun masuk, terlihat disana ada banyak orang yang sedang berkumpul.Kami pun melangkah bersama.
            “Pak Guru, sebenernya kita mau apa kesini?” tanyaku heran.Tapi dia gak penjawab, dia hanya tersenyum padaku.
Tiba-tiba salah satu di antara mereka mendekati kami.
            “Kalian sudah siap?”
            “Iya kami udah siap.” Jawab Pak Guru tegas. Aku masih gak ngerti apa yang mereka bicarakan.
            “Baiklah kalo gitu kita langsung saja prosesi pernikahannya.”
            “Per..per..nikahan?” ku memandang wajah Pak Guru.
            “Iya, malam ini juga kita akan menikah.Itu kan yang tadi siang kamu ucapkan?” senyumnya.
            “Iy..iya. Tapi….” Aku masih gak percaya.
            “Ssttt, kamu tenang aja. Pernikahan ini akan berjalan lancar, jadi harap tenang sedikit ya istriku.” Dia pun tersenyum lembut dan mencium keningku.Saat itu aku tak bisa berkata apa-apa lagi.kata-katanya, ciumannya, bener-bener seakan membuat jantungku berhenti berdetak.
Prosesi pernikahan pun berjalan, meski hanya beberapa orang yang hadir untuk menjadi saksi, meski tak ada satu pun orang tua dari kami berdua yang hadir namun pernikahan itu tetap bisa berjalan dengan hikmat.Dia pun langsung melingkarkan sebuah cincin dijari manisku, aku pun juga demikian. Pak Gurukemudian mencium keningku. Saat itu mulutku bener-bener gak bisa dibuka, aku gak tau apa yang seharusnya aku katakan.
            “Semoga kalian bisa menjadi sepasang suami istri yang bahagia ya.Yuji, jadilah suami yang baik dan selalu menjaga istrimu. Dan Mayu, jadilah istri yang berbakti pada suamimu. Meski kalian baru saling mengenal dan usia kalian pun masih sangat muda namun saya yakin kalian bisa saling menjaga satu sama lai.”Nasihat wali nikah kami.
            “Iya Pak.” Sejenak pak Guru menatap ke arahku. “Baiklah kalo gitu saya pamit dulu ya, lagian ini juga udah larut malam.Kasihan istriku pasti udah kelelahan.”
            “Oo ya udah kalo gitu.Hati-hati dijalan.”
Dia pun kembali menggandeng tanganku dengan sangat erat.
Kami pun berpamitan dan langsung pulang.Sampai pulang pun tak ada satu patah katapun yang terucap dari bibirku. Mulutku bener-bener terkunci rapat, gak tau apa yang harus aku katakan. Sesampainya didepan rumah.
            “Te..terima kasih ya Pak Guru udah nganter aku pulang.” Ucapnya malu-malu.
            “Aku bukan mau nganterin kamu pulang.”
Apa maksud dari kata-katanya itu.
            “Aku juga mau menginap dirumahmu.”Jawabnya sambil tersenyum.
            “Me..menginap?” tanyaku ragu.
            “Iya menginap. Kita kan udah resmi jadi sepasang suami istri, udah kewajibanku untuk selalu dekat denganmu dan menjagamu. Lagian juga cepat atau lambat kita akan tinggal serumah kan?” sambungnya.
Untuk kesekian kalinya kata-katanya itu membuatku terkejut dan hampir kehilangan kata-kata.
            “Ta..tapi…”
            “Udah, ayo cepat masuk.Kalo kelamaan diluar nanti kita berdua bisa kedinginan.”
            “Iy..iya Pak.”
Kami pun masuk ke dalam rumah.Hatiku berdebar gak karuan.Aku kemudian langsung menyiapkan kamar untuk tempat istirahat Pak Guru.
            “Pak Guru.Silahkan beristirahat, kamarnya udah saya bereskan.”Sambil menunjukkan sebuah kamar padanya.
“Terima kasih ya.”Ucapnya lembut. Pak Guru pun langsung masuk kekamar itu. “Loh kenapa kamu gak masuk juga?Apa kamu belum ngantuk?”
“Ng..nggak Pak. Saya tidur dikamar sebelah saja.”
“Emangnya kenapa?Apa kamu takut aku ngelakuin hal yang macem-macem padamu ya?” guraunya.
“Ng..nggak Pak. Bukan begitu. Maksud saya…”
“Ya udah kalo gitu tidur disini aja, kalo kita ada diruangan terpisah aku kan jadi gak bisa menjagamu.” Potongnya.“Kamu tenang aja aku gak akan macem-macem kok.Disamping sebagai istri, kamu kan juga masih muridku.”Senyumnya.
“Iy..iya Pak.” Aku pun perlahan masuk kekamar itu.Perlahan aku rebahkan tubuhku disamping Pak Yuji.Aku tak berani memandangnya, aku hanya berpura-pura menutup mata.
Namun masih ada sedikit kecemasan dihatiku.Aku masih gak nyangka bisa menikah dengan seseorang yang dari dulu sangat kusuka.Apa ini hanya mimpi? Jika ini hanya mimpi, aku gak mau terbangun.Aku ingin selamanya bermimpi.