Sabtu, 10 November 2012

My Lovers is a Vampire 2


Keesokan harinya kami pun berangkat bersama. Kami berangkat lebih pagi karena Michizuki kan gak tahan kena sinar matahari.
“Hei, seharusnya kamu gak usah seperti ini.”
“Habisnya, kasian Michizuki kalo terkena sinar matahari. Tubuhmu pasti akan jadi lemas.”
“Kalo matahari pagi sih gak apa-apa buatku karena sinar ultravioletnya gak terlalu kuat, aku Cuma gak tahan kalo terkena matahari siang.” Jelasnya.
“Oo gitu ya? Tapi gak apa-apa deh, aku kan pengen selalu bersama Michizuki.” Senyumku.
Kami berdua pun tersenyum. Aku harap senyuman itu bisa kulihat setiap hari. Meski hubungan antara manusia dan vampire ini sedikit aneh, namun aku sangat bahagia. Didekat Michizuki membuatku sangat tenang.
Saat jam istirahat, kuberdiri dideket jendela. Kulihat Michizuki sedang mengobrol dengan ketua kelas. Mereka lagi ngobrol apa ya? Namun tiba-tiba seseorang mengagetkanku.
            “Hei, Kinaya.” Sapa temenku. “Ehh ngapain kamu masih ngintip dia seperti ini.”
            “Maksud kamu?”
            “Iya, Michizuki. Buat apa kamu masih sembunyi-sembunyi seperti ini melihatnya, kamu kan bisa langsung nyamperin dia. Michizuki kan udah jadi pacarmu.”
            “Pacar?” tanyaku heran.
            “Ahh kamu ini pura-pura gak tau. Kamu pacaran kan sama Michizuki? Dia sendiri loh yang bilang dikelas sebelah. Saat ada cewek yang ngajak dia kencan, ehh dia langsung bilang ‘maaf, aku udah punya pacar namanya Kinaya anak kelas sebelah’.”
            “Beneran dia ngomong kayak gitu?” tanyaku seakan gak percaya.
            “Iya, beneran. Langsung deh berita itu tersebar ke seluruh sekolah, banyak banget cewek……”
Belum selesai temanku berbicara, aku pun langsung berlari. Ku berlari mencari Michizuki. Saat dilorong sekolah, kulihat Michizuki sedang berjalan. Aku pun langsung mengejar dan memeluknya.
            “Kinaya, kamu kenapa?”
            “Terima kasih ya, Michizuki. Aku seneng banget. Aku sangat menyukaimu, sangat suka.” Senyumku. Michizuki pun memelukku dengan saat erat. Dan perlahan, sepertinya dia ingin menciumku.
            “Michizuki. Jangan disini. Ada banyak orang yang melihat kita.”
            “Emangnya kenapa kalo banyak orang? Itu bukan urusan mereka.” Ucapnya dingin.
Dia pun lansung menciumku didepan banyak teman yang lain. Sebenarnya aku merasa malu, namun disisi lain aku merasa seneng banget.
Saat sepulang sekolah.
            “Kinaya, kamu mau langsung pulang?” tanya temenku.
            “Iya, tapi aku mau keruang kesenian dulu. Tadi bukuku ada yang ketinggalan disana.”
            “Oo gitu ya, ya udah kalo gitu aku pulang dulu ya.”
            “Iya, hati-hati dijalan.”
Aku pun berjalan menuju keruang kesenian, saat itu sekolah udah sepi. Semua murid udah pulang semua. Kalo sepi kayak gini sekolah jadi seperti menakutkan. Aku pun masuk kedalam ruang kesenian itu.
            “Mana ya bukuku? Tadi sepertinya jatuh disini.”aku terus mencari. Namun tiba-tiba.
            “Apa buku ini yang kamu cari?” seseorang menunjukkan bukuku.
            “Ketua kelas. kenapa belum pulang?”
            “Tadi kulihat ada bukumu disini, ya udah aku tunggu kamu aja disini. Karena aku yakin kamu pasti akan kesini. Ini bener bukumu kan?”
            “Iya, bener. Terima kasih ya, ketua kelas.” aku pun berjalan mendekatinya, saat akan mengambil buku yang ada ditangannya tiba-tiba aja.
            “Ke..ketua kelas.” dia langsung memelukku.
            “Dari dulu aku udah gak sabar ingin memelukmu seperti ini.”
            “A..apa maksud ketua kelas? Lepaskan aku.”
            “Gak akan kulepaskan, sebelum aku memilikimu.”
            “Memilikiku? Maaf ketua kelas, aku udah punya pacar. Jadi tolong lepaskan aku.”
Dia pun melepaskanku, dan menyandarkanku disebuah jendela.
            “Apa kamu pikir aku bisa melepaskanmu sama cowok seperti Michizuki. Gak akan pernah.”
            “Apa maksudmu?”
            “Apa kamu pikir Cuma Michizuki aja yang beradaptasi dengan manusia?”
            “Ja..jadi ketua kelas…”
            “Iya, bener. Aku juga seorang vampire.” Aku bener-bener terkejut mendengarnya. Wajahnya pun seketika berubah, seperti dulu yang di alami Michizuki. “Apa kamu tahu? Bagi kami bangsa vampire, darah seorang perawan lebih berharga dari setumpuk berlian. Jika kami bisa mendapatkan darah perawan murni, kami akan bisa jadi vampire yang paling berkuasa.”
            “Darah perawan murni?”
            “Iya, darah perawan murni. Darah seorang perawan yang tubuhnya belum pernah disentuh cowok lain. Dan cewek itu adalah kamu.”
Dia pun bersiap hendak mencabik-cabik tubuhku dengan kukunya yang tajam. Namun tiba tiba seseorang datang dihadapanku dan menggantikan posisiku. Cakaran yang awalnya ditujukan padaku, kini beralih mengenai Michizuki. Seketika darah mengalir dari tubuhnya.
            “Mi…Michizuki.” Ucapku terkejut.
“Aku gak akan pernah membiarkanmu menyentuh Kinaya. Sedikit aja kamu menyentuhnya, aku bener-bener akan menghabisimu.”
            “Dasar bodoh. Vampire tapi gak mau minum darah. Hei Michizuki, kamu juga tahu kan. Darah cewek perawan itu sangat berharga.”
            “Aku udah gak perduli lagi, jadi jangan pernah kamu dekati Kinaya lagi. Aku bener-bener akan menghajarmu.”
            “Menghajarku? Dengan kondisimu yang seperti itu.”
Tubuh Michizuki penuh dengan darah.
            “Michizuki. Kamu gak apa-apa?” Aku pun memegangi luka cakar yang ada ditubuhnya, bermaksud ingin menghentikan perdarahannya itu.
            “Jika dalam kondisi seperti ini kamu melawanku, kamu juga pasti akan kalah.”
Ketua kelas itu pun langsung pergi. Tiba-tiba Michizuki terduduk lemas di lantai.
            “Michizuki.” Ucapku sambil menangis. “Kamu kenapa? Sadarlah.”
            “Kinaya, lebih baik kamu cepat pergi dari sini sebelum aku melakukan hal yang lebih jauh lagi.”
            “Nggak. Aku gak mau ninggalin kamu sendirian disini.”
            “Aku bilang cepat pergi!!!” Bentaknya. “Darahku semakin berkurang, jadi seketika aku pasti akan menyerangmu. Jadi sekarang cepet pergi.”
Kulihat wajah Michizuki sangat pucat, dia juga semakin lemah. Tubuhnya udah gak berdaya lagi.
            “Mana mungkin aku bisa meninggalkanmu sendirian seperti ini? Gak mungkin aku meninggalkan pacarku sendirian dalam kondisi seperti ini.”
Aku menangis, aku gak tahu apa yang harus aku lakukan. Michizuki semakin kehilangan banyak darah, kesadarannya juga semakin berkurang. Akhirnya aku pun memutuskan sedikit menggigit jariku. Saat darah itu keluar, kuteteskan darah itu pada bibirnya. Sedikit demi sedikit dia menelan darah itu.
Perlahan Michizukimulai sadar.
            “Michizuki.” Aku pun langsung memeluknya. “Syukurlah kamu udah sadar.”
Air mataku bener-bener gak bisa ditahan lagi. namun perlahan Michizuki melepaskan pelukannya. Dia pun langsung memegang tanganku yang tadi berdarah, kukira dia akan menggigit jariku. Tapi ternyata dia hanya ingin menghisap jariku agar darahanya terhenti.
Perlahan dia merebahkan tubuhku dilantai, dia mulai membuka kancing bajuku. Bibirnya pun mulai menyentuh tiap sudut tubuhku, tangannya juga menyentuh tubuhku. Apa yang dia lakukan sekarang, lebih dari sebelumnya.
            “Mi..Michizuki. Udah.” Ucapku.
Namun dia tetap gak mau berhenti. Dia terus saja menyentuh tubuh bagian bawah. Dia seakan ingin melepas keperawananku.
            “Michizuki, jangan. Hentikan, Michizuki. Sakit.” ucapku pelan. “Udah, Michizuki. Sakit…”
Namun tetap aja dia gak mau berhenti, tubuhnya terus saja bermain di atas tubuhku. Sakit yang saat itu kurasakan tergantikan dengan kehangatan tubuhnya.
Saat hari mulai berganti malam, dia pun baru melepaskan tubuhnya dariku. Dia kembali merapikan bajuku yang tadinya udah dia bongkar. Dia pun mendekatkan wajahnya padaku.
            “Lain kali gak akan kubiarkan kamu memberikan darahmu lagi padaku.” Senyumnya. “Mulai saat ini aku akan selalu menjagamu.”
Cuppp… sebuah ciuman hangat mengenai pipiku.
            “Ayo kita pulang.” Ajaknya.
Aku pun hanya menjawabnya dengan tersenyum. Dia pun kembali mengantarku pulang. Genggaman tangannya sangat hangat. Selama perjalanan, dibawah perutku masih terasa sakit. Mungkin karena apa yang tadi kami lakukan.
            “Kinaya, kamu kenapa?” tanyanya khawatir.
            “Ng..nggak apa-apa kok.” Kucoba untuk tersenyum.
            “Gak usah bohong. Masih terasa sakit kan?”
Ternyata dia menyadari kesakitanku.
            “Mmm, Cuma dikit kok.”
Tapi sepertinya dia gak percaya akan kebohonganku itu. Akhirnya dia pun menggendongku.
            “Michizuki, apa yang kamu lakukan?”
            “Menggendongmu.” Jawabnya singkat.
            “Iya, tapi ngapain harus digendong. Aku bisa jalan sendiri kok.”
            “Jalan dengan kondisimu yang sakit kayak gitu. Aku gak akan membiarkannya.”
            “Ta..tapi aku gak apa-apa kok.”
            “Kinaya, aku kan tadi udah bilang. Aku akan menjagamu. Lagian kamu sakit ini kan gara-gara aku, jadi aku harus bertanggung jawab.” Senyumnya.
Kata-katanya itu sedikit membuatku malu. Emang sih ini gara-gara dia, tapi gak seharusnya juga kan dia menggendongku.
Sesampainya didepan rumah. Dia pun menurunkanku.
            “Te..terima kasih ya udah mengantar dan menggendongku sampai rumah.” Ucapku malu.
            “Iya, sama-sama. Kamu cepet istirahat ya.” Dia pun mencium keningku dan langsung pergi.
Aku pun masuk kerumah dan lekas mandi. Tubuh ini, tubuh ini udah disentuh oleh Michizuki. Meski agak sakit, namun tubuhku seakan menerima tubuhnya. keperawananku di ambil oleh seorang vampire.
Selesai mandi, kubaringkan tubuhku diranjang. Aku bener-bener lelah, aku harus cepat istirahat biar besok bisa ketemu lagi dengan Michizuki. Namun saat aku memejamkan mataku, tiba-tiba ada seseorang yang mencium keningku. Aku pun terbangun, kulihat.
            “Michizuki.” Dia tepat berada di atasku. “Kenapa kamu bisa naik ke atas sini, ini kan lantai 2?”
            “Aku kan seorang vampire, jadi bisa naik kemana aja.Lagian aku khawatir sama keadaanmu, jadi kuputuskan kesini deh.”
            “Jadi malam ini kamu mau menginap disini?”
            “Tentu saja. Aku ingin bertanggung jawab atas apa yang aku lakukan.”
            “Aku udah gak apa-apa. Jadi kamu gak perlu khawatir lagi, kamu bisa pulang.”
            “Gak mau. Aku akan tetep disini nemenin kamu istirahat.” Dia pun langung memelukku. “Nah sekarang ayo tidur, aku akan menjagamu.”
Ternyata dia bener-bener mengkhawatirkanku. Kulihat wajahnya disinari cahaya bulan, sangat tampan. Kupandangi terus wajahnya.
            “Kapan kamu mau tidur kalo mandangi wajahku terus?” guraunya.
Aku pun tersenyum. Aku memeluknya makin erat.
            “Oh iya apa masih sakit?”
            “Udah gak lagi kok, udah agak baikan.”
            “Syukurlah kalo gitu.”
            “Kalo lukamu gimana? Apa udah sembuh?”
            “Oo luka cakaran ini, baik-baik aja kok. Cuma luka cakar aja.”
            “Beneran gak apa-apa?”
            “Beneran Kinayaku yang manis.” Senyumnya.
Aku pun ikut tersenyum. Dia memanggilku “Kinayaku”. Aku seneng banget.
            “Ehh Michizuki.”
            “HEmm.”
            “Kita lakuin hal yang tadi lagi yukk.” Ajakkku.
Sejenak dia terdiam sambil menatapku, sepertinya dia terkejut mendengar ajakanku itu.
            “Kamu masih sakit, jadi gak boleh ngelakuin dulu.” nasihatnya.
            “Aku udah baikan kok.”
            “Jangan ya, lain kali aja.” Ucapnya lembut.
Ekspresi wajahku pun berubah.
            “Kenapa sedih?” tanyanya khawatir. Aku pun memalingkan wajah. “Dengerin ya, Kinayaku sayang. Aku bukannya gak mau sayang, tapi aku Cuma kasian sama kamu. Kamu kan masih sakit, jadi masih perlu istirahat dulu.”
            “Iya, iya aku tahu kok. Ya udah aku mau istirahat aja.”
Dia pun mencium keningku lagi. Aku tertidur pulas dalam pelukannya. 

.......TO Be Continued......Tunggu Episode Selanjutnya Ya.... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar