Keesokan
harinya kami pun berangkat bersama. Kami berangkat lebih pagi karena Michizuki
kan gak tahan kena sinar matahari.
“Hei, seharusnya kamu gak usah
seperti ini.”
“Habisnya, kasian Michizuki kalo
terkena sinar matahari. Tubuhmu pasti akan jadi lemas.”
“Kalo matahari pagi sih gak apa-apa
buatku karena sinar ultravioletnya gak terlalu kuat, aku Cuma gak tahan kalo
terkena matahari siang.” Jelasnya.
“Oo gitu ya? Tapi gak apa-apa deh,
aku kan pengen selalu bersama Michizuki.” Senyumku.
Kami
berdua pun tersenyum. Aku harap senyuman itu bisa kulihat setiap hari. Meski
hubungan antara manusia dan vampire ini sedikit aneh, namun aku sangat bahagia.
Didekat Michizuki membuatku sangat tenang.
Saat
jam istirahat, kuberdiri dideket jendela. Kulihat Michizuki sedang mengobrol
dengan ketua kelas. Mereka lagi ngobrol apa ya? Namun tiba-tiba seseorang
mengagetkanku.
“Hei, Kinaya.” Sapa temenku. “Ehh
ngapain kamu masih ngintip dia seperti ini.”
“Maksud kamu?”
“Iya, Michizuki. Buat apa kamu masih
sembunyi-sembunyi seperti ini melihatnya, kamu kan bisa langsung nyamperin dia.
Michizuki kan udah jadi pacarmu.”
“Pacar?” tanyaku heran.
“Ahh kamu ini pura-pura gak tau. Kamu
pacaran kan sama Michizuki? Dia sendiri loh yang bilang dikelas sebelah. Saat
ada cewek yang ngajak dia kencan, ehh dia langsung bilang ‘maaf, aku udah punya
pacar namanya Kinaya anak kelas sebelah’.”
“Beneran dia ngomong kayak gitu?”
tanyaku seakan gak percaya.
“Iya, beneran. Langsung deh berita
itu tersebar ke seluruh sekolah, banyak banget cewek……”
Belum
selesai temanku berbicara, aku pun langsung berlari. Ku berlari mencari
Michizuki. Saat dilorong sekolah, kulihat Michizuki sedang berjalan. Aku pun
langsung mengejar dan memeluknya.
“Kinaya, kamu kenapa?”
“Terima kasih ya, Michizuki. Aku
seneng banget. Aku sangat menyukaimu, sangat suka.” Senyumku. Michizuki pun
memelukku dengan saat erat. Dan perlahan, sepertinya dia ingin menciumku.
“Michizuki. Jangan disini. Ada
banyak orang yang melihat kita.”
“Emangnya kenapa kalo banyak orang?
Itu bukan urusan mereka.” Ucapnya dingin.
Dia
pun lansung menciumku didepan banyak teman yang lain. Sebenarnya aku merasa
malu, namun disisi lain aku merasa seneng banget.
Saat
sepulang sekolah.
“Kinaya, kamu mau langsung pulang?”
tanya temenku.
“Iya, tapi aku mau keruang kesenian
dulu. Tadi bukuku ada yang ketinggalan disana.”
“Oo gitu ya, ya udah kalo gitu aku
pulang dulu ya.”
“Iya, hati-hati dijalan.”
Aku
pun berjalan menuju keruang kesenian, saat itu sekolah udah sepi. Semua murid
udah pulang semua. Kalo sepi kayak gini sekolah jadi seperti menakutkan. Aku
pun masuk kedalam ruang kesenian itu.
“Mana ya bukuku? Tadi sepertinya
jatuh disini.”aku terus mencari. Namun tiba-tiba.
“Apa buku ini yang kamu cari?” seseorang
menunjukkan bukuku.
“Ketua kelas. kenapa belum pulang?”
“Tadi kulihat ada bukumu disini, ya
udah aku tunggu kamu aja disini. Karena aku yakin kamu pasti akan kesini. Ini
bener bukumu kan?”
“Iya, bener. Terima kasih ya, ketua
kelas.” aku pun berjalan mendekatinya, saat akan mengambil buku yang ada
ditangannya tiba-tiba aja.
“Ke..ketua kelas.” dia langsung
memelukku.
“Dari dulu aku udah gak sabar ingin
memelukmu seperti ini.”
“A..apa maksud ketua kelas? Lepaskan
aku.”
“Gak akan kulepaskan, sebelum aku
memilikimu.”
“Memilikiku? Maaf ketua kelas, aku
udah punya pacar. Jadi tolong lepaskan aku.”
Dia
pun melepaskanku, dan menyandarkanku disebuah jendela.
“Apa kamu pikir aku bisa
melepaskanmu sama cowok seperti Michizuki. Gak akan pernah.”
“Apa maksudmu?”
“Apa kamu pikir Cuma Michizuki aja
yang beradaptasi dengan manusia?”
“Ja..jadi ketua kelas…”
“Iya, bener. Aku juga seorang
vampire.” Aku bener-bener terkejut mendengarnya. Wajahnya pun seketika berubah,
seperti dulu yang di alami Michizuki. “Apa kamu tahu? Bagi kami bangsa vampire,
darah seorang perawan lebih berharga dari setumpuk berlian. Jika kami bisa
mendapatkan darah perawan murni, kami akan bisa jadi vampire yang paling
berkuasa.”
“Darah perawan murni?”
“Iya, darah perawan murni. Darah
seorang perawan yang tubuhnya belum pernah disentuh cowok lain. Dan cewek itu adalah
kamu.”
Dia
pun bersiap hendak mencabik-cabik tubuhku dengan kukunya yang tajam. Namun tiba
tiba seseorang datang dihadapanku dan menggantikan posisiku. Cakaran yang
awalnya ditujukan padaku, kini beralih mengenai Michizuki. Seketika darah
mengalir dari tubuhnya.
“Mi…Michizuki.” Ucapku terkejut.
“Aku gak akan pernah membiarkanmu
menyentuh Kinaya. Sedikit aja kamu menyentuhnya, aku bener-bener akan
menghabisimu.”
“Dasar bodoh. Vampire tapi gak mau
minum darah. Hei Michizuki, kamu juga tahu kan. Darah cewek perawan itu sangat
berharga.”
“Aku udah gak perduli lagi, jadi
jangan pernah kamu dekati Kinaya lagi. Aku bener-bener akan menghajarmu.”
“Menghajarku? Dengan kondisimu yang
seperti itu.”
Tubuh
Michizuki penuh dengan darah.
“Michizuki. Kamu gak apa-apa?” Aku
pun memegangi luka cakar yang ada ditubuhnya, bermaksud ingin menghentikan
perdarahannya itu.
“Jika dalam kondisi seperti ini kamu
melawanku, kamu juga pasti akan kalah.”
Ketua
kelas itu pun langsung pergi. Tiba-tiba Michizuki terduduk lemas di lantai.
“Michizuki.” Ucapku sambil menangis.
“Kamu kenapa? Sadarlah.”
“Kinaya, lebih baik kamu cepat pergi
dari sini sebelum aku melakukan hal yang lebih jauh lagi.”
“Nggak. Aku gak mau ninggalin kamu
sendirian disini.”
“Aku bilang cepat pergi!!!”
Bentaknya. “Darahku semakin berkurang, jadi seketika aku pasti akan
menyerangmu. Jadi sekarang cepet pergi.”
Kulihat
wajah Michizuki sangat pucat, dia juga semakin lemah. Tubuhnya udah gak berdaya
lagi.
“Mana mungkin aku bisa
meninggalkanmu sendirian seperti ini? Gak mungkin aku meninggalkan pacarku
sendirian dalam kondisi seperti ini.”
Aku
menangis, aku gak tahu apa yang harus aku lakukan. Michizuki semakin kehilangan
banyak darah, kesadarannya juga semakin berkurang. Akhirnya aku pun memutuskan
sedikit menggigit jariku. Saat darah itu keluar, kuteteskan darah itu pada
bibirnya. Sedikit demi sedikit dia menelan darah itu.
Perlahan
Michizukimulai sadar.
“Michizuki.” Aku pun langsung
memeluknya. “Syukurlah kamu udah sadar.”
Air
mataku bener-bener gak bisa ditahan lagi. namun perlahan Michizuki melepaskan
pelukannya. Dia pun langsung memegang tanganku yang tadi berdarah, kukira dia
akan menggigit jariku. Tapi ternyata dia hanya ingin menghisap jariku agar
darahanya terhenti.
Perlahan
dia merebahkan tubuhku dilantai, dia mulai membuka kancing bajuku. Bibirnya pun
mulai menyentuh tiap sudut tubuhku, tangannya juga menyentuh tubuhku. Apa yang
dia lakukan sekarang, lebih dari sebelumnya.
“Mi..Michizuki. Udah.” Ucapku.
Namun
dia tetap gak mau berhenti. Dia terus saja menyentuh tubuh bagian bawah. Dia
seakan ingin melepas keperawananku.
“Michizuki, jangan. Hentikan,
Michizuki. Sakit.” ucapku pelan. “Udah, Michizuki. Sakit…”
Namun
tetap aja dia gak mau berhenti, tubuhnya terus saja bermain di atas tubuhku. Sakit
yang saat itu kurasakan tergantikan dengan kehangatan tubuhnya.
Saat
hari mulai berganti malam, dia pun baru melepaskan tubuhnya dariku. Dia kembali
merapikan bajuku yang tadinya udah dia bongkar. Dia pun mendekatkan wajahnya
padaku.
“Lain kali gak akan kubiarkan kamu
memberikan darahmu lagi padaku.” Senyumnya. “Mulai saat ini aku akan selalu menjagamu.”
Cuppp…
sebuah ciuman hangat mengenai pipiku.
“Ayo kita pulang.” Ajaknya.
Aku
pun hanya menjawabnya dengan tersenyum. Dia pun kembali mengantarku pulang.
Genggaman tangannya sangat hangat. Selama perjalanan, dibawah perutku masih
terasa sakit. Mungkin karena apa yang tadi kami lakukan.
“Kinaya, kamu kenapa?” tanyanya
khawatir.
“Ng..nggak apa-apa kok.” Kucoba
untuk tersenyum.
“Gak usah bohong. Masih terasa sakit
kan?”
Ternyata
dia menyadari kesakitanku.
“Mmm, Cuma dikit kok.”
Tapi
sepertinya dia gak percaya akan kebohonganku itu. Akhirnya dia pun
menggendongku.
“Michizuki, apa yang kamu lakukan?”
“Menggendongmu.” Jawabnya singkat.
“Iya, tapi ngapain harus digendong.
Aku bisa jalan sendiri kok.”
“Jalan dengan kondisimu yang sakit
kayak gitu. Aku gak akan membiarkannya.”
“Ta..tapi aku gak apa-apa kok.”
“Kinaya, aku kan tadi udah bilang.
Aku akan menjagamu. Lagian kamu sakit ini kan gara-gara aku, jadi aku harus
bertanggung jawab.” Senyumnya.
Kata-katanya
itu sedikit membuatku malu. Emang sih ini gara-gara dia, tapi gak seharusnya
juga kan dia menggendongku.
Sesampainya
didepan rumah. Dia pun menurunkanku.
“Te..terima kasih ya udah mengantar
dan menggendongku sampai rumah.” Ucapku malu.
“Iya, sama-sama. Kamu cepet istirahat
ya.” Dia pun mencium keningku dan langsung pergi.
Aku
pun masuk kerumah dan lekas mandi. Tubuh ini, tubuh ini udah disentuh oleh
Michizuki. Meski agak sakit, namun tubuhku seakan menerima tubuhnya. keperawananku
di ambil oleh seorang vampire.
Selesai
mandi, kubaringkan tubuhku diranjang. Aku bener-bener lelah, aku harus cepat
istirahat biar besok bisa ketemu lagi dengan Michizuki. Namun saat aku
memejamkan mataku, tiba-tiba ada seseorang yang mencium keningku. Aku pun
terbangun, kulihat.
“Michizuki.” Dia tepat berada di
atasku. “Kenapa kamu bisa naik ke atas sini, ini kan lantai 2?”
“Aku kan seorang vampire, jadi bisa
naik kemana aja.Lagian aku khawatir sama keadaanmu, jadi kuputuskan kesini
deh.”
“Jadi malam ini kamu mau menginap
disini?”
“Tentu saja. Aku ingin bertanggung
jawab atas apa yang aku lakukan.”
“Aku udah gak apa-apa. Jadi kamu gak
perlu khawatir lagi, kamu bisa pulang.”
“Gak mau. Aku akan tetep disini
nemenin kamu istirahat.” Dia pun langung memelukku. “Nah sekarang ayo tidur,
aku akan menjagamu.”
Ternyata
dia bener-bener mengkhawatirkanku. Kulihat wajahnya disinari cahaya bulan,
sangat tampan. Kupandangi terus wajahnya.
“Kapan kamu mau tidur kalo mandangi
wajahku terus?” guraunya.
Aku
pun tersenyum. Aku memeluknya makin erat.
“Oh iya apa masih sakit?”
“Udah gak lagi kok, udah agak
baikan.”
“Syukurlah kalo gitu.”
“Kalo lukamu gimana? Apa udah
sembuh?”
“Oo luka cakaran ini, baik-baik aja
kok. Cuma luka cakar aja.”
“Beneran gak apa-apa?”
“Beneran Kinayaku yang manis.” Senyumnya.
Aku
pun ikut tersenyum. Dia memanggilku “Kinayaku”. Aku seneng banget.
“Ehh Michizuki.”
“HEmm.”
“Kita lakuin hal yang tadi lagi
yukk.” Ajakkku.
Sejenak
dia terdiam sambil menatapku, sepertinya dia terkejut mendengar ajakanku itu.
“Kamu masih sakit, jadi gak boleh
ngelakuin dulu.” nasihatnya.
“Aku udah baikan kok.”
“Jangan ya, lain kali aja.” Ucapnya
lembut.
Ekspresi
wajahku pun berubah.
“Kenapa sedih?” tanyanya khawatir.
Aku pun memalingkan wajah. “Dengerin ya, Kinayaku sayang. Aku bukannya gak mau sayang,
tapi aku Cuma kasian sama kamu. Kamu kan masih sakit, jadi masih perlu
istirahat dulu.”
“Iya, iya aku tahu kok. Ya udah aku
mau istirahat aja.”
Dia
pun mencium keningku lagi. Aku tertidur pulas dalam pelukannya.
.......TO Be Continued......Tunggu Episode Selanjutnya Ya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar