Rabu, 13 Maret 2013

ASKEB Kejang Demam Sederhana (KDS)


BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1  KONSEP DASAR
1.1.1        Definisi
Demam Kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. (Ngatsiyah : 2007 )
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara. ( Aesceulaplus : 2000 )
Jenis-jenis demam Kejang :
1)   Kejang Parsial
a.    Kejang Persial Sederhana. Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal  berikut ini :
Ø  Tanda-tanda motorik kedutaan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh umumnya gerakan setiap kejang sama
Ø  Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
Ø  Somotosenoris atau sensori khusus, mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara
Ø  Gejala psikis, rasa takut
b.   Kejang Parsial Kompleks
Ø  Terapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
Ø  Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik, mengecap-ngecap bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya
Ø  Tatapan terpakau. ( Natsiyah : 2004 )
2)   Kejang Umum.
a.   Kejang Tonik. Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b.   Kejang Klonik. Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c.    Kejang Mioklonik. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
1.1.2          Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1.      Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2.      Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
1.2  ETIOLOGI
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
1.3  TANDA DAN GEJALA
Umumnya demam kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik-tonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kelaukan atau hanya sentakan atau kelaukan fokal.
Sebagian besar kejang berlangusng kurang dari 6 menit dan kurang 80 % berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurology. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang yang pertama.
Dan orang tua akan mneggambarkan manifestasi kejang tonik-klonik (yaitu, tonik-kontraksi otot, ekstensi eksremitas, kehlangan control defekasi dan kandung kemih, sianosis dan hilangnya kesadaran. (Mary E Muscari)
1.4  ANATOMI FISIOLOGI
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a.         Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1)        Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2)      Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
3)   Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri.
b.        Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang:
1)      N. I                  : Nervus Olfaktorius
2)      N. II                 : Nervus Optikus
3)      N. III               : Nervus Okulamotorius
4)      N. IV               : Nervus Troklearis
5)      N. V                : Nervus Trigeminus
6)      N. VI               : Nervus Abducen
7)      N. VII              : Nervus Fasialis
8)      N. VIII             : Nervus Akustikus
9)      N. IX               : Nervus Glossofaringeus
10)  N. X                : Nervus Vagus
11)  N. XI               : Nervus Accesorius
12)  N. XII              : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1)      Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2)      Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3)      Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
1.      Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2.      Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
1.5  PATOSIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis
1.6   KOMPLIKASI
a.     Aspirasi
b.    Asfiksi
c.     Retardasi mental
Komplikasi tergantung pada :
a.         Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b.         Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita demam kejang
c.         Kejang berlangsung lama atau kejang tikal

1.7  PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
2.      Pila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya edema otak. Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg BB atau glukokortikoid seperti deksametason ½ – ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3.      Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang
4.      Pemberian Fenobarbital secara IV
5.      Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion secara IV
6.     Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan yang tujuannya :
o    Memetakan aktivitas listrik di otak
o    Menentukan letak / focus epileprogenik
o    Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya
o    Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi lain : edema serebral, hemoragi, hidrocepalus, infark serebral atau peningkatan kejang.  (Ngastiyah, 1997).


BAB II
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN DATA
Tanggal : 26 November 2012
Tempat   : Ruang Anak RSUD Bangil
Jam        : 21.00 WIB
Oleh       : Rizky Dewi Anggraeniy A.             

A.      DATA SUBJEKTIF
Nama Anak          : An “S”
Tanggal Lahir       : 10 November 2011
Jenis Kelamin       : Laki-laki
Usia                      : 1 tahun

Nama Ibu              : Ny “K”                          Nama Ayah     : Tn “A”
Umur                    : 35 tahun                         Umur               : 38 tahun
Agama                  : Islam                              Agama             : Islam
Pendidikan           : SD                                  Pendidikan      : SD
Pekerjaan              : IRT                                Pekerjaan         : Tani
Alamat                 : Sungikulon RT 03 RW 03 Pohjentrek, Pasuruan
                 Ibu mengatakan anaknya kejang 1x dirumah, sebelumnya menderita batuk lama. Anaknya juga panas namun tidak diare.

B.       DATA OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum
K/U : Lemah
Kesadaran : somnolen
BB : 6,5 kg, N : 110x/menit, RR : 20x/menit, S : 38,50C


Pemeriksaan Fisik
Muka terlihat agak pucat, tidak oedema
Mata conjungtiva pucat, sklera putih, mata agak cowong
Abdomen turgor kulit menurun, meteorismus, bising usus (+)
Ekstremitas tidak oedema, turgor menurun, pada tangan sebelah kanan terpasang infus (RL)

C.      ASSASEMENT            
Anak dengan Kejang Demam Sederhana (KDS)

D.      PENATALAKSANAAN
1.      Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada keluarga pasien dan rencana asuhan yang akan diberikan, keluarga mengerti
2.      Menganjurkan ibu untuk mengkompres dingin anaknya, ibu mau melakukan
3.      Menganjurkan ibu untuk membantu anaknya mobilisasi ( miring kanan dan kiri), ibu mau melakukannya
4.      Memberikan terapi (medicamentosa) : - inf RL 28 tpm mikro diberikan secara IV
-   Inj Antrain 3x70 mg diberikan per IV
-   Stesolid supp 5 mg bila kejang diberikan per rectum
-   Inj vicillin 3x200 mg diberi per IV
Terapi per NGT : - Chlorampenicol 4x100 mg
-       PCT syr 4x5 cc
5.      Memberikan inform consent, keluarga menyetujui untuk tindakan medis yaitu terapi obat.
6.      Menganjurkan pada keluarga agar tetap memberikan makanan yang bergisi pada anaknya dan juga sering diberi minum, keluarga memahami.


BAB III
PEMBAHASAN
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara. (Aesceulaplus : 2000 )
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada anak “S” di RSUD BANGIL maka dapat dinyatakan bahwa anak “S” usia 1 tahun menderita kejang demam sederhana. Pemberian terapi serta pemberian KIE yang jelas diharapkan bisa dimengerti oleh keluarga pasien dan bisa melaksanakan semua yang telah dianjurkan sehingga masalah dapat teratasi.
Pada anak Ny “S” telah dilakukan analisa data maka tidak ada kesenjangan dengan teori dan praktek. Dengan demikian penulis memberikan asuhan kebidanan dengan memperhatikan gejala dan keluhan yang terjadi sehingga diharapkan tidak terjadi masalah lain yang bisa merugikan pasien.



BAB IV
PENUTUP

                        Kesimpulan
Demam Kejang merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai pada anak tertama pada golongan anak yang berumur 6 bulan sampai 4 tahun.. Pada demam kejang terjadi pembahasan sekelompok neuron secara tiba-tiba yang menyebabkan suatu gangguan kesadaran, gerak, sensori atau memori yang bersifat sementara. (Aesceulaplus : 2000 )
Pada kasus asuhan kebidanan pada anak “S” usia 1 tahun dengan kejang demam sederhana mengeluh anaknya kejang 1x dirumah, sebelumnya menderita batuk lama. Anaknya juga panas namun tidak diare. Diberi terapi inf RL 28 tpm mikro, Inj Antrain 3x70 mg, Stesolid supp 5 mg bila kejang, Inj vicillin 3x200 mg. Dan terapi per NGT : Chlorampenicol 4x100 mg, PCT syr 4x5 cc.

                        Saran
  1. Tenaga Kesehatan
-          Dalam memberikan pelayanan seorang petugas kesehatan harus memperhatikan secara teliti keadaan fisik sehingga setelah diberikan tindakan tidak timbul komplikasi.
-          Dalam melakukan tindakan harus memperhatikan prinsip sterilisasi
-          Diharapkan petugas kesehatan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan ketrampilan dan kompeten.
  1. Masyarakat
                  Mengharapkan pada masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan, terutama dengan cara menjaga kebersihan diri, rumah, dan lingkungan sekitar.
  1. Mahasiswa kebidanan
           Mengharapkan kepada mahasiswa untuk lebih memperdalam ilmu pengetahuan tentang kebidanan khususnya ilmu tentang diare, dan mampu memberikan asuhan kebidanan pada anak dengan diare sesuai teori dan praktek di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
FKUI, 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta
Hamilton, Persis Mery, 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. Jakarta, EGC
EGC, 1992. Diare Akut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar